PENDIDIKAN
AGAMA HINDU DAN MASA DEPAN
GENERASI
MUDA YANG BERKARAKTER
Oleh Asthadi Mahendra Bhandesa
ABSTRAK
Karakter
merupakan nilai fundamental yang tidak dapat dilepaskan dalam pembentukan
kepribadian individu. Karakter yang terbentuk sempurna dapat mewujudkan
kualitas sumber daya manusia yang berpotensi dalam mencapai sebuah kemajuan. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional pasal 3 yang mewajibkan adanya pembentukan karakter
sejak dini. Pendidikan agama Hindu merupakan sub sistem dari pendidikan
nasional. Pendidikan agama Hindu merupakan upaya untuk melahirkan peserta didik
yang cerdas baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual. Dalam
pelaksanaan keagamaan, tidak bisa terlepas dari Tiga Kerangka Dasar Agama
Hindu, yaitu Tattva, Suśīla, dan Ācāra, apabila dipahami, dihayati, dan
dilaksanakan akan menjadikan umat Hindu memiliki kepribadian yang baik dan
mulia. Selain itu, banyak ajaran dari agama hindu yang dapat membentuk karakter
manusia diantaranya Tri Kaya Parisudha, Catur Vidyā, Catur Marga dan Catur Āśrama.
Oleh karena itu, revitalisasi pendidikan agama di sekolah harus diupayakan demi
tujuan yang diharapkan. Melalui pendidikan agama Hindu yang berkualitas
diharapkan dapat membentuk generasi muda yang berkarakter. Terdapat 6 cara
melakukan revitalisasi dalam Pendidikan Agama Hindu yaitu: (1) model
pembelajaran PAH dengan pendekatan dimensi konsekuensial; (2) pendekatan
dimensi imperensia;, (3) pendekatan dimensi ideologi; (4)
pendekatan dimensi Ritualistik; (5) pendekatan dimensi intelektual; (6) model
penilaian pencapaian belajar mengajar yang menggambarkan tingkat kompetensi
siswa berkarakter Hindu.
Kata
kunci:
Karakter, Pendidikan Agama Hindu.
I.
PENDAHULUAN
Karakter
merupakan nilai fundamental yang tidak dapat dilepaskan dalam pembentukan
kepribadian individu. Karakter yang terbentuk sempurna dapat mewujudkan
kualitas sumber daya manusia yang berpotensi dalam mencapai sebuah kemajuan.
Itu berarti karakter harus dipahami oleh seluruh masyarakat utamanya bagi
generasi muda. Hal ini sejalan dengan isi dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional pasal 3 yang mewajibkan adanya pembentukan karakter
sejak dini. Menurut Mustari (2012: 3) terdapat lima komponen sosial yang dapat
digunakan sebagai media pembentukan karakter meliputi, keluarga, diri sendiri,
pemerintah, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Sekolah
sebagai pemegang peranan pembentukan karakter primer, harus dilakukan
secara terintegritas dan
berkesinambungan. Salah satu
usaha yang dilakukan sekolah
adalah dengan mengintegrasikan nilai karakter ke dalam setiap mata pelajaran di
kelas. Penanaman nilai karakter disisipkan dalam setiap RPP (Rencana Pelaksana
Pembelajaran) mata pelajaran agar peserta didik memahami nilai karakter secara
kontinuitas. Salah satu contoh dari implementasi ini adalah pembelajaran agama
Hindu yang dikenal sebagai ilmu yang lebih mengarahkan kepada kepribadian yang
religius dan berbudi pekerti luhur.
Usaha
sekolah dalam menciptakan generasi berkarakter belakangan ini sedang mengalami
gejolak (Suhardi, 2011: vii). Hal ini dikarenakan peserta didik kurang memaknai
pendidikan. Karakter yang terkandung dalam setiap pembelajaran kelas. Metode
pembelajaran yang hanya terpaku pada aspek konseptual menjadi indikasi
rendahnya ketertarikan peserta didik mempelajari karakter (Hidayattulah, 2012:
22). Hal ini menjadi pemicu merosotnya karakter bangsa saat ini. Selain
itu, kegiatan kegiatan pembelajaran agama Hindu di sekolah selama ini dinilai
belum optimal. Penyebab belum optimalnya kegiatan pembelajaran itu karena 3
hal, yakni: (1) pendidik atau guru kurang mampu menyelenggarakan proses
pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman; (2) pendidik atau
guru keliru dalam memandang proses pembelajaran; dan (3) pendidik atau guru
menggunakan konsep-konsep pembelajaran yang tidak relevan dengan perkembangan
teknologi informasi.
Demi mencegah dampak yang berkelanjutan, sekolah sebagai penyedia
pelayanan pendidikan perlu menciptakan inovasi program pendidikan karakter.
Sekolah dapat mengkreasikan beberapa program unggulan sebagai mediator yang
tepat dalam membina karakter peserta didik di sekolah. Pendidikan agama Hindu merupakan
sub sistem dari pendidikan nasional. Pendidikan agama Hindu merupakan upaya
untuk melahirkan peserta didik yang cerdas baik secara intelektual, emosional,
maupun spiritual. Melalui pendidikan agama Hindu yang berkualitas diharapkan
dapat membentuk generasi muda yang berkarakter.
Makalah
ini akan menguraikan penddikan agama Hindu dan masa depan generasi muda yang
berkarakter. Bagaimana merealisasikan konsep pendidikan karakter melalui pendidikan
agama dan nantinya akan dapat dipahami pribadi manusia yang berbudhi pekerti
yang luhur
II.
PEMBAHASAN
2.1
Pendidikan
Karakter Generasi Muda
Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai
sebagai “the deliberate use of all
dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua komponen atau penyelenggaraan pendidikan
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi,
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata
pembelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, atau kegiatan
ko-kurikuler, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja
seluruh warga sekolah serta lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter
dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dimana dalam
menyelenggarakan pendidikannya harus berkarakter.
Individu
yang berkarakter baik atau unggul adalah seorang yang berusaha melakukan
hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan,
bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan
potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai kesadaran, emosi dan motivasinya
(perasaannya) (kemdiknas, 2010). Pendidikan karakter berfungsi: (1)
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; dan (3)
meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia (Gunawan,
2012: 30).
2.1.1
Pengembangan
Karakter di Sekolah
Nilai-nilai
pada karakter merupakan pedoman bagi sekolah untuk mensosialisasikan pendidikan
karakter bagi para peserta didik. Keseluruhan nilai- nilai tersebut berdasarkan
Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas (2010: 9) antara lain religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta
damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, serta tanggung jawab. Sekolah sebagai media pembentukan
karakter wajib memiliki metode serta strategi yang sistematis. Zainal dan Sujak (2011: 9)
menjelaskan bahwa karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan, pelaksanaan
dan menuju kebiasaan. Hal ini
berarti, karakter tidak sebatas
pada pengetahuan namun perlu adanya implementasi riil. Sekolah sebagai
mediator penanaman karakter formal harus mampu menciptakan suatu program handal
demi terwujudnya karakter bangsa.
Oleh
karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian
generasi muda. Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang
bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari
agama. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak
dari nilai-nilai karakter dasar tersebut.
2.2
Pendidikan
Agama Hindu
Undang-Undang
No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa isi kurikulum semua jenjang pendidikan wajib
memuat pendidikan agama. Di tingkat pendidikan dasar dan menengah, maupun
pendidikan tinggi pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran pokok
yang wajib sebagai bagian dari kurikulum. Hal ini dipertegas dalam Peraturan
Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Pendidikan agama pada jenis pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,
vokasi, dan khusus disebut “Pendidikan Agama”.
UU
Sisdiknas 2003 juga mengamanatkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan
diajar oleh pendidik yang seagama. Ketentuan ini setidaknya mempunyai 3 tujuan,
yaitu: (1) untuk menjaga keutuhan dan kemurnian ajaran agama; (2) guru agama
yang seagama dan memenuhi syarat kelayakan mengajar akan dapat menjaga
kerukunan hidup beragama bagi peserta didik yang berbeda agama tetapi belajar
pada satuan pendidikan yang sama; (3) pendidikan agama yang diajarkan oleh
pendidik yang seagama menunjukan profesionalitas dalam penyelenggaraan proses
pembelajaran pendidikan agama.
Pendidikan
agama Hindu juga sebagai sub dari pendidikan agama. Menurut Swami Sathya
Narayana (dalam Titib, 2003: 7) pendidikan agama Hindu adalah pembentukan
karakter manusia (character building),
dimana hal inilah yang dimaksudkan sebagai tujuan pendidikan yang sangat
penting atau bahkan yang terpenting, karena pendidikan tersebut sangat terkait
dengan keluaran (output) anak didik
atau anak-anak yang suputra seperti yang diharapkan oleh orang tua, guru, dan
masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan
agama Hindu pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk membina pertumbuhan
jiwa manusia dengan menanamkan ajaran-ajaran agama Hindu menjadi keyakinan
serta sebagai landasan segenap kegiatan umat dalam semua perikehidupannya serta
membentuk manusia yang memiliki śraddhā
dan bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga
memiliki karakter yang humanis dan religius.
2.3
Peranan
Pendidikan Agama Hindu dalam Membangun Karakter Generasi Muda
Pandangan
bahwa agama adalah alat untuk mencapai kemuliaan manusia, dan menjadikan
manusia bersifat dewata atau menjadi manusia dewasa sudah sangat tegas dalam
Hindu. Dalam pelaksanaan keagamaan, tidak bisa terlepas dari Tri Kerangka Dasar
Agama Hindu meliputi (1) tattva (filsafat),
suśīla (etika), dan ācāra agama (upācāra dan upakara) (Titib, 2007: 25; Sura 2006:
1). Apabila dipahami, dihayati dan dilaksanakan akan menjadikan umat Hindu
memiliki kepribadian yang baik dan mulia. Hal ini berarti bahwa agama Hindu
tidak saja mendidik secara fisik, visual semata, namun secara seimbang melalui
jasmani dan rohani. Secara sekala dan
niskala untuk memperoleh
keseimbangan. Sehingga manusia Hindu memeiliki kepribadian yang mulia, atau
mampu berkarakter dewa. Konsep penting lainnya yang perlu ditekankan dalam
pendidikan agama Hindu yang menjadi salah satu penekanan dalam ajaran suśīla adalah Tri Kaya Parisudha, yaitu manacika
(berpikir yang baik dan suci), wacika
(berbicara yang benar), dan kayika
(berlaksana yang baik dan jujur). Lebih lanjut menurut agama Hindu juga telah
banyak diuraikan bagaimana membentuk pribadi yang berkarakter yang bisa diacu
oleh guru pendidikan agama Hindu, sebagaimana diuraikan oleh Soebadrdjo (1992:
75) yang disebut catur vidya
meliputi: (1) anwisaki, memiliki
wawasan dan kadar keimanan yang kualitatif; (2) wedatrayi, menghayati dan mengamalakan nilai-nilai religius Hindu
secara utuh dan segar; (3) vartha,
senantiasa mengembangkan diri dengan melalui peningkatan budaya kerja. Berkarya
penuh kreatif dan inovatif; (4) dandha,
berpartisipasi secara aktif demi terciptanya stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis.
Hidup
sebagai manusia pada hakekatnya sangat utama, dalam kitab Sārasamuccaya, sloka 4 dijelaskan “Apan iking dadi wwang, uttama juga ya,
nimittaning mangkana, wênang ya tumulung awaknya sangkeng sengsara,
makasādhanang śubhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika”
yang artinya sesungguhnya menjelma sebagai
manusia ini adalah suatu hal yang utama, karena hanya manusialah yang dapat
menolong dirinya sendiri dari kesengsaraan, yaitu dengan jalan berbuat baik.
Itulah keuntungan menjelma menjadi manusia (Sudharta, 2009: 5).
Agama
adalah inner power atau tenaga dalam
bagi pemeluknya dalam menghadapi berbagai tantangan hidup (Agastia, 2006: 7).
Agama dengan jelas telah memberikan hakikat hidup bagi manusia, yang
sesungguhnya merupakan persoalan paling mendasar bagi manusia. Hakikat tujuan
hidup dalam agama Hindu diformulasikan dengan kalimat Mokṣartham jagathitaya ca iti dharma. Tujuan hidup adalah untuk
mencapai jagathita dan mokṣa. Hal ini kemudian lebih dijabarkan
ke dalam apa yang disebut sebagai Catur
Purusa Artha: dharma, artha, kāma,
dan mokṣa. Tujuan hidup ini kemudian
menjiwai tatanan sosial yang disebut catur
āśrama (brahmacari, gṛhastha, vānaprastha
dan saṅnyāsa) dan catur varṇa (brāhmaṇa, kṣatriya, vaisya dan sudra).
Dengan
demikian agama Hindu dengan jelas dan tegas telah menetapkan hakekat tujuan
hidup serta jalan atau cara mencapainya, termasuk tatanan masyarakat sebagai
sarana untuk mencapainya demi mewujudkan manusia yang berkarakter dewa, baik
dan mulia. Maka agama Hindu tidak saja dapat memberi wawasan dan visi yang
jelas bagi umat dalam menghadapi kehidupan, tetapi juga akan membangun
integritas diri bagi pemeluknya. Dengan
kata lain
pendidikan
agama Hindu memiliki manfaat baik
dalam
upaya
menciptakan
individu berkarakter
sehingga terciptalah generasi muda yang
berkarakter dan berkualitas tinggi
untuk membangun bangsa yang beradab
2.4
Revitalisasi
Pendidikan Agama Hindu di Sekolah
Pendidikan
agama sudah menjadi bagian terpenting dalam kurikulum pendidikan nasional dan
sudah dilaksanakan mulai dari jenjang pendidikan paling rendah (tingkat dasar)
hingga jenjang pendidikan tinggi. Menurut Putu Sudira (2012: 6) mengemukakan
ada enam upaya dalam merevitalisasi pendidikan agama Hindu sebagai berikut:
1. Upaya
untuk mendapatkan model pembelajaran PAH dengan pendekatan dimensi
konsekuensial yaitu pola pendekatan pembelajaran yang menekankan pada peranan
dan fungsi agama Hindu sebagai motivator dan sumber inspirasi dalam berperilaku
keseharian sesuai dengan svadharma
siswa sebagai anak bangsa. Siswa dilatih dan dibiasakan mempraktekkan dan
merasakan manfaat pengamalan ajaran agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari.
2. Upaya
untuk mendapatkan model pembelajaran PAH dengan pendekatan dimensi imperensial
yaitu pola pendekatan pembelajaran menyangkut penumbuhan dan pengembangan
intensitas perasaan-perasaan dan pengalaman religius siswa dalam bentuk
upaya-upaya menghadirkan Tuhan dalam kesadaran siswa disetiap saat dan disetiap
tempat. Siswa dilatih untuk merasakan Tuhan Maha Ada, Maha Mengetahui, Maha
Kuasa, dan Maha Pencipta. Dengan demikian siswa terlatih berbuat jujur, tidak
sombong, tidak penakut, tidak rendah diri, tidak cemas, dan berkeyakinan Tuhan
memberi perlindungan pada dirinya.
3. Upaya
untuk mendapatkan model pembelajaran PAH dengan pendekatan dimensi ideologis
yaitu pendekatan pembelajaran yang berkaitan dengan tingkat keyakinan atau śraddhā siswa pada kebenaran ajaran agama
Hindu. Siswa dibangun kesadarannya agar menghayati Pañca Śraddhā yaitu keyakinan terhadap adanya Brahman atau Tuhan Ida Sang
Hyang Widhi, percaya dengan adanya Ātman,
Karmaphala, Punarbhawa, dan Mokṣa.
4. Upaya
untuk mendapatkan model pembelajaran PAH dengan pendekatan dimensi Ritualistik
yaitu pola pendekatan pembelajaran yang berkaitan dengan tingkat kepatuhan
siswa dalam menjalankan ritual-ritual Agama Hindu. Siswa dilatih untuk
menjalankan ritual Puja Tri Sandya
setiap hari, meditasi, melakukan yadnya
sesa dan aktif mengikuti setiap kegiatan upacara seperti persembahyangan purnama tilem, hari raya Galungan Kuningan, Nyepi, Pagerwesi, Saraswatī, Śiwarātri, dan piodalan lainnya.
5. Upaya
untuk mendapatkan model pembelajaran PAH dengan pendekatan dimensi intelektual
yaitu pola pendekatan pembelajaran yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan
dan pemahaman siswa mengenai ajaran-ajaran agama Hindu berkaitan dengan Śraddhā, Suśīla, Yajña, Kitab
Suci, Alam Semesta, Budaya, dan Sejarah Perkembangan Agama Hindu.
6. Upaya
untuk mendapatkan model penilaian pencapaian belajar mengajar yang
menggambarkan tingkat kompetensi siswa berkarakter Hinduis.
Banyak
hal yang dapat dianalisis terkait dengan ketidakefektifan pendidikan agama
Hindu di sekolah. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan agama Hindu di
sekolah harus direvitalisasi agar benar-benar memiliki daya vital yang dapat
menghasilkan lulusan sekolah seperti diuraikan di atas. Dalam Pasal 28 PP No.
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ditegaskan bahwa semua
pendidik, termasuk guru agama, harus memiliki empat kompetensi pokok, yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial. Permendiknas RI No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi
Akademik dan Kompetensi Guru kemudian memerinci empat kompetensi guru tersebut
dengan detail melalui lampirannya.
Jadi,
revitalisasi pendidikan agama Hindu di sekolah harus dimulai dari penyediaan
guru agama Hindu yang kompeten, yaitu yang memiliki empat kompetensi pokok
seperti di atas. Untuk keberhasilan pembelajaran pendidikan agama Hindu, guru
agama Hindu juga harus menguasai metodologi pembelajaran yang baik dan
komprehensif didukung oleh sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai.
Keberhasilan program pembelajaran di sekolah, terutama membangun karakter
peserta didik, harus ditanggung bersama oleh semua warga sekolah mulai dari
pimpinan sekolah, para guru, para karyawan, serta keterlibatan peserta didik
secara aktif. Di samping itu, sekolah harus juga melibatkan orang tua peserta
didik dan seluruh masyarakat di sekitar sekolah agar ikut serta mendukung
keberhasilan sekolah dalam membangun karakter peserta didiknya.
III.
SIMPULAN
Pendidikan
agama Hindu memiliki
peranan yang sangat penting dalam membentuk karakter manusia. Dalam pelaksanaan keagamaan, tidak
bisa terlepas dari Tri Kerangka Dasar Agama Hindu, yaitu tattva, suśīla, dan ācāra, apabila dipahami, dihayati dan
dilaksanakan akan menjadikan umat Hindu memiliki kepribadian yang baik dan
mulia. Selain itu, banyak ajaran dari agama Hindu yang dapat membentuk karakter manusia
diantarnya Tri Kaya Parisudha, Catur Marga, Catur Vidya, dan
Catur Āśrama.
Revitalisasi
pendidikan agama di sekolah harus diupayakan demi tujuan yang diharapkan. Untuk
membenahi karakter harus dimulai dari penanaman nilai-nilai etika dan moral
yang bersumber dari agama. Penyelenggaraan pendidikan karakter melalui
pendidikan agama Hindu akan berjalan maksimal apabila ada sinergi antara guru,
keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dengan begitu nilai-nilai yang ada dapat
diterima karena pembelajaran tidak terpaku pada pendalaman materi, namun lebih
bersifat aktif, menjadi sebuah kebiasaan baik dan benar sehingga menjadi
kebudayaan, dari kebudayaan ini akan memunculkan peradaban.
DAFTAR PUSTAKA
Agastia, Ida Bagus. 2006. Agama,
Kebudayaan, Kualitas Manusia. Makalah pada Pencerahan dan Pelatihan Prajuru
desa Pakraman se Kabupaten Buleleng.
Damiyati, Zuchdi. 2008. Humanisasi
Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter (Konsep dan
Implementasi). Bandung: Alfabeta.
Hidayatullah, M. Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban
Bangsa. Surakarta:Yuma Pustaka.
Lickona, Thomas.
2013. Pendidikan Karakter (Panduan Lengkap
Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik). Bandung: Nusa Media.
Mustari, Mohamad. 2011. Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan
Karakter. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Sudartha, Tjok Rai. 2009. Sārasamuccaya (Smerti Nusantara). Surabaya: Paramita.
Sudira, Putu. 2013. Revitalisasi
Pembelajaran Agama Hindu. Makalah: UNY
Soebardjo, Sosrodiningrat. Ed.
Setia, Putu. 1992. Cendikiawan Hindu Bicara. Denpasar: Yayasan Dharma Narada.
Sura, I Gede. 2006. Siwa
Tattwa. Denpasar : Pemerintah Propinsi Bali.
Titib, I
Made. 2003. Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti
Pada Anak Dalam Perspektif Agama Hindu. Jakarta: Ganeca Exact.
-----------------. 2007. Studi Agama Hindu (Masalah
dan Solusi). IHDN Denpasar.
Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas.
2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Tidak
diterbitkan.
Undang-Undang Republik Indonesia No 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Zainal dan Sujak. 2011. Panduan & Aplikasi Pendidikan Karakter.
Bandung: Yrama Widya.
Mantap,...
BalasHapusTritanium Flash Mica for Sale - Titanium Art
BalasHapusThe is titanium a metal Tritanium Mica is a piece of art designed apple watch 6 titanium by titanium dioxide Roger Henderson, who has been designing various piece of art for titanium exhaust many years. This piece contains a Type: Mica-Sized (90D)Color: SilverNumber of Pieces: 90 Rating: 4.7 edc titanium · 14 reviews · $49.99 · In stock